M. Nasir

Nyaman Tanpa “Tot Tot Wuk Wuk” di Jalan Raya

Penulis pernah menjadi wartawan Harian Kompas (1989- 2025), bertugas di Desk Metropolitan dan Luar Negeri. Kini menulis kehidupan, dan fiksi.

PERJALANAN dua hari terakhir 23-24 September 2025 di Jalan Tol Tangerang- Jakarta terasa nyaman tanpa gangguan konsentrasi oleh kendaraan yang minta prioritas jalan.

Biasanya dalam keadaan lalu lintas macet, kendaraan yang minta diprioritaskan dengan menggunakan sirine, strobo, dan rotator berseliweran di jalan. Dalam sekali jalan di ruas tol Tangerang- Jakarta biasanya sampai lima kali lewat dengan membunyikan suara “tot tot wuk wuk”.

Rabu sore, (24/9/2025), saya melintas antara Jalan Tanah Abang III, Tomang, Tol Jakarta-Tangerang, hanya ada satu mobil yang minta didahulukan. Saya lihat itu mobil ambulans. Wajar. Harus didahulukan. 

Sebelumnya saya dan tentu pengguna jalan raya lainnya, seperti yang terbaca di media sosial, terganggu suara mobil yang menggunakan sirine, strobo, dan rotator dengan suara “tot tot wuk wuk”, di jalan raya, dan tol. 

Biasanya, saya melihat mobil seperti itu lewat kaca spion terlebih dulu. Kalau itu ambulans, pemadam kebakaran, atau plat militer dan kepolisian yang saya perkirakan sedang mengemban tugas negara, saya segera memberi jalan. 

Tetapi seringkali ada kendaraan yang bukan dinas menggunakan sirine, bahkan dikawal polisi dengan menggunakan sepeda motor besar yang kadang-kadang melaju dengan zig-zag. 

Dari pada ribut di jalan, saya beri saja jalan. Dalam sekali jalan antara Tangerang- Tomang (Jakarta), bisa sampai tiga sampai lima kali mobil lewat minta prioritas jalan dengan menggunakan sirine dan semacamnya. 

Mobil-mobil yang berseliweran dengan suara “tot tot wuk wuk” menghilang dari jalanan, setelah Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri  menghentikan penggunaan sirine dan rotator di mobil patroli pengawal. 

Penghentian itu menyusul protes masyarakat netizen di sosial media hingga muncul gerakan anti sirene dan rotator.

“Saya bekukan pengawalan menggunakan suara-suara itu,” tutur  Kepala Korps Lalu Libtas (Kakorlantas) Polri Irjen Agus Suryonugroho di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (19/9/2025).

                   Melawan

PERNAH suatu saat saya lawan. Ketika sore hari beberapa bulan lalu di tahun 2025, mobil yang saya kendarai berada dalam antrean kemacetan parah menjelang pintu masuk tol di Kemayoran, Jakarta Pusat. 

Di belakang mobil saya ada kendaraan yang membunyikan suara “tot tot tot”. Saya diamkan setelah saya lihat dari kaca spion mobil itu berplat hitam, dengan lampu-lampu sorot seperti mobil petugas. 

Mobil tidak saya geser sedikit pun dari lajur jalan, sampai saya melintasi pintu gerbang tol menuju Bandara Soekarno-Hatta. 

Saya sudah bersiap mental, kalau pengemudi atau orang yang berada di mobil tersebut turun menemui saya. Ternyata tidak ada yang turun bertemu saya. 

Sesampainya di rumah saya menceritakan kejadian itu pada keluarga, anak dan istri. Ceritanya menegangkan dengan mengandai-andai kalau sampai terjadi perselishan di jalan. Sampai berpikir mungkin ada orang yang mengambil gambarnya. 

“Kok mas berani amat sama petugas,” komentar istri saya. 

Saya mengatakan, saya harus berani. Kalau sampai orang yang berada di kendaraan yang minta prioritas itu turun dan memukul saya, tidak apa-apa. 

Begitu mereka memukul, saya akan pura-pura jatuh dan pingsan. Saya tidak akan memberi pukulan balik. 

Saya harus melawan mereka yang menggunakan sirine tanpa hak dan  tidak melihat keadaan jalan. 

Perlu diketahui pengguna jalan yang memperoleh hak utama untuk didahulukan di jalan raya sesuai aturan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) sebagai berikut: 

  1. Kendaraan pemadam kebakaran yang sedang melaksanakan tugas. 
  2. Ambulans yang mengangkut orang sakit. 
  3. Kendaraan untuk memberikan pertolongan kecelakaan lalu lintas. 
  4. Kendaraan pimpinan Lembaga Negara Republik Indonesia. 
  5. Kendaraan pimpinan dan pejabat negara asing serta lembaga internasional yang menjadi tamu negara. 
  6. Iring-iringan pengantar jenazah.
  7. Konvoi dan/atau Kendaraan untuk kepentingan tertentu menurut pertimbangan petugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. (*)