Kupilih biru keemasan sebagai warna tim. Biru adalah ketenangan sebelum pertandingan dimulai, napas panjang


Oleh: M. Harry Mulya Zein, tinggal di Tangerang- Indonesia

M.Harry Mulya Zein

Aku membuat tim Kesebelasan Sepak Bola itu pada suatu sore ketika langit berwarna setengah biru, setengah emas—seolah alam sendiri sedang memberi persetujuan. Di kepala, nama dan simbol berputar-putar, tapi satu hal langsung jelas: tim ini tidak boleh lahir dari ambisi semata, melainkan dari keyakinan.

Kupilih biru keemasan sebagai warna tim. Biru adalah ketenangan sebelum pertandingan dimulai, napas panjang sebelum peluit dibunyikan. Emas adalah harapan diam-diam di dada setiap pemain—bukan sekadar ingin menang, tetapi ingin diingat sebagai tim yang bermartabat. Ketika seragam itu pertama kali terbentang di meja, aku tahu warnanya bukan hiasan, melainkan janji.

Maskotnya Elang Nusantara. Aku membayangkannya mengepakkan sayap di puncak stadion, matanya tajam mengawasi lapangan. Elang tidak ribut, tidak tergesa. Ia menunggu saat yang tepat. Dari sanalah aku ingin para pemain belajar: melihat lebih jauh dari sekadar skor, membaca permainan, lalu menyerang dengan presisi.

Tim ini bukan kumpulan atlet paling terkenal. Sebagian datang dari kampung, sebagian dari gang sempit kota, membawa cerita masing-masing. Namun ketika mereka berdiri sejajar mengenakan biru keemasan, perbedaan itu luruh. Yang tersisa hanya satu tujuan: bertanding dengan kepala tegak.

Pada laga perdana, kami tidak langsung menang. Ada kesalahan, ada ragu, ada napas terengah. Tapi di sela-sela kelelahan, aku melihat sesuatu yang lebih penting: mereka tidak saling menyalahkan. Seperti elang yang terluka sayapnya, mereka tetap mencoba terbang bersama.

Di akhir musim, trofi memang akhirnya datang. Namun bagiku, kemenangan sejati terjadi jauh sebelumnya—saat para pemain menyadari bahwa menjadi tim berarti saling menjaga arah. Biru mengajarkan kesabaran, emas mengingatkan tujuan, dan Elang Nusantara menuntun kami untuk selalu melihat lebih tinggi, tanpa lupa daratan tempat kami berpijak.

Leave a comment