Oleh: Dr. M. Harry Mulya Zein,
- Pakar Ilmu Pemerintahan.
- Dosen Vokasi Ilmu Administrasi Pemerintahan Universitas Indonesia, dan Institut Ilmu Pemerintahan Dalam Negeri.
- Kini Dewan Pakar Ilmu Pemerintahan pada Asosiasi Media Konvergensi Indonesia (AMKI) Pusat.

TATA kelola pemerintahan yang bersih merupakan fondasi utama bagi terciptanya keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat.
Pemerintahan yang bersih berarti bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme; menjunjung tinggi transparansi, akuntabilitas, serta profesionalisme dalam setiap pengambilan keputusan.
Cita-cita mulya ini masih jauh dari harapan rakyat Indonesia. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap Gubernur Riau Abdul Wahid, yang diduga terjerat tindak pidana korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Meski entitas pemerintahan daerah sudah menggunakan system yang mutahir “e-katalog dan e-procurement”, namun sistem ini tak bisa mengenali permufakatan jahat antara vendor dan pejabat pembuat komitmen (Kompas, 7 Nopember 2025).
Di Indonesia, tantangan menuju pemerintahan yang bersih masih besar. Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2024 berada di angka 34 dari 100, menempatkan Indonesia di peringkat 115 dari 180 negara versi Transparency International.
Angka ini menunjukkan bahwa reformasi birokrasi dan pengawasan publik masih harus diperkuat.
Sebagai perbandingan, negara seperti Singapura menempati peringkat ke-5 dunia dengan skor IPK 83, berkat sistem hukum yang tegas, penegakan aturan tanpa pandang bulu, dan budaya integritas yang ditanamkan sejak dini.
New Zealand bahkan mencatat skor 87, mencerminkan pemerintahan yang efisien dan terbuka terhadap kritik publik. Indonesia perlu mencontoh praktik-praktik baik tersebut dengan memperkuat lembaga pengawas, membuka akses data publik, dan membangun sistem pelayanan berbasis digital yang meminimalkan interaksi langsung—ruang yang sering dimanfaatkan untuk penyimpangan.
Pemerintahan yang bersih bukan hanya soal hukum dan kebijakan, tetapi juga tentang moralitas dan kesadaran bahwa jabatan adalah amanah.
Hanya dengan integritas, keberpihakan pada rakyat, dan keberanian melawan korupsi, Indonesia bisa mewujudkan tata kelola pemerintahan yang benar-benar bersih dan berpihak pada keadilan sosial.
Upaya untuk menciptakan pemerintahan yang bersih perlu dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan, baik oleh pemerintah, lembaga pengawas, maupun masyarakat.
Berikut beberapa langkah strategis yang bisa ditempuh antara lain, Pertama, semua kebijakan, anggaran, dan proyek pemerintah harus terbuka untuk publik.
Publikasi laporan keuangan, proses tender, dan hasil evaluasi program akan menekan potensi korupsi.
Kedua, setiap pejabat dan instansi pemerintah harus bertanggung jawab atas kinerja dan penggunaan anggaran. Mekanisme audit internal dan eksternal (seperti BPK atau KPK) harus dijalankan secara konsisten.
Ketiga, penerapan sistem elektronik dalam perizinan, keuangan, dan pengadaan barang/jasa meminimalkan kontak langsung antara aparat dan masyarakat, yang sering menjadi celah praktik korupsi.
Integrasi layanan publik digital merupakan upaya sistematis untuk menyatukan berbagai layanan pemerintahan dalam platform digital yang terpadu, memudahkan akses bagi warga dan meningkatkan efisiensi operasional.
Model integrasi ini bertujuan untuk menciptakan pengalaman pengguna yang konsisten serta menyeluruh, mengurangi redundansi dan memperkuat kolaborasi antar Lembaga pemerintah.
Model integrasi layanan publik digital tentunya disesuaikan dengan kebutuhan spesifik masyarakat dan kapasitas teknologi yang dimiliki. Kesemua itu dapat dijalankan, apabila adanya komitmen dari segenap pemangku kepentingan.