Di gunung, saya merasa bisa “bernapas” dengan lebih lega. Udara dinginnya seperti membuka kembali ruang-ruang dalam diri yang selama ini penuh oleh rutinitas.


Oleh: Dr. M. Harry Mulya Zein, pakar ilmu pemerintahan

M. Harry Mulya Zein

Saya lebih memilih pergi ke gunung karena tempat itu memberi ketenangan yang berbeda.

Suasana pegunungan membuat saya merasa lebih dekat dengan alam—udara yang sejuk, angin yang lembut, dan pepohonan yang menenangkan pikiran. Tidak ada hiruk pikuk, tidak ada kebisingan; hanya suara burung, gemericik air, dan langkah kaki di tanah yang basah oleh embun.

Gunung Karang, Pandeglang (Foto: M. Nasir)

Di gunung, saya merasa bisa “bernapas” dengan lebih lega. Udara dinginnya seperti membuka kembali ruang-ruang dalam diri yang selama ini penuh oleh rutinitas.

Setiap langkah mendaki terasa seperti upaya untuk melepaskan beban dan mencapai kejernihan batin.

Selain itu, gunung memberi ruang untuk refleksi. Saat berdiri di puncak, melihat hamparan alam yang luas, saya sering merasa kecil namun justru lebih sadar akan makna hidup. Ada kepuasan tersendiri yang sulit didapat di tempat lain—perasaan bahwa saya telah berusaha, bergerak, dan kemudian menikmati hasilnya dari puncak.

Gunung bukan hanya tujuan wisata. Ia adalah tempat untuk pulang sejenak, menenangkan diri, dan menyambungkan kembali pikiran, tubuh, dan hati.(*)