Oleh: Santoso Yunus, SE, Pemerhati Masalah Sosial Ekonomi

Santoso Yunus

SALAH satu program kerja karang taruna di dusunku adalah menjalankan sistem keamanan lingkungan atau terkenal dengan sebutan Siskamling.

Kegiatan ini sebenarnya membantu tugas polisi untuk menciptakan rasa aman di lingkungan tempat tinggal.

Kenapa mesti ada Siskamling, berarti untuk rasa aman masyarakat belum terjamin dan perlu dimantapkan dengan Siskamling.

Kegiatan Siskamling ini identik dengan ronda malam. Setiap rumah warga mendapat giliran tugas ronda malam berdasarkan jadwal yang telah dibuat dan diedarkan ke setiap rumah.

Ronda malam juga tidak kalah terkenalnya dengan Siskamling. Sebelum ada istilah Siskamling, ronda malam sudah populer di masyarakat.

Ronda berarti keliling permukiman penduduk untuk meyakinkan lingkungan dalam keadaan aman. Warga benar-benar terjaga.

Pada zaman itu belum ada pengantar pesanan makanan seperti gofood, belum ada ojek online yang keluar-masuk lingkungan, dan belum ada juga usaha pijat panggilan lewat telepon seluler. Tugas peronda relatif sedikit. Mudah dikontrol.

Tidak seperti zaman sekarang, zaman internet yang juga kerap disebut era 4.0, mata peronda harus jeli dan lincah mengamati setiap kendaraan yang masuk lingkungan.

Apakah mereka orang baik-baik yang sedang mengirim barang pesanan, ojek online, warga sendiri, atau jaringan penjahat. Semua ini harus dideteksi betul.

Namun di era 4.0 ini penjahatnya juga canggih. Menipu dengan internet yang terhubung ke jaringan warga. Menipu lewat aplikasi media sosial. Maling sekarang tanpa datang ke rumah korbannya, sudah dapat banyak.

Kemalingan benar-benar terjadi kalau warga tidak waspada dalam penggunaan internet. Tiba-tiba rekeningnya dibobol penjahat. Kejahatan seperti ini yang tidak bisa diatasi oleh peronda lingkungan.

Jadi sudah pasti tugas peronda sekarang di zaman serba internet lebih berat.

+++

DI sela-sela ronda malam di Dusun Ngemplak, Desa Bawen, Kabupaten Semarang tahun 1982- 1985,
ada sub kegiatan yang disebut jimpitan.

Jimpitan merupakan kegiatan mengumpulkan beras yang ditaruh atau digantungkan di depan/pagar rumah oleh ibu-ibu.

Remaja karang taruna membuatkan tempat beras terbuat dari tabung bambu yang bisa digantung, kemudian dibagikan ke setiap rumah.

Kegiatan ini disebut “jimpitan” karena jumlah beras yang ditaruh di tabung bambu hanya “sejimpit” yang artinya sedikit, yaitu sekitar lima sampai 10 sendok makan di setiap malam.

Pada waktu itu lingkup wilayah satu RT masih sangat luas, dari titik nol markas ke utara sejauh 700 meter, ke timur 1 km, ke barat 600 meter dan ke selatan jalan raya yang memisahkan dusun lain. Jumlah rumah penduduk warga mencapai 200 rumah.

Para peronda menghabiskan waktu sekitar dua jam untuk keliling mengambil beras jimpitan dari rumah ke rumah.

Dalam semalam rata-rata terkumpul 4 sampai 5 kg beras. Secara umum beras berkualitas bagus karena yang berpartsipasi sebagian besar keluarga yang hidupnya berkecukupan.

Setelah peronda malam mengumpulkan beras, paginya disetor ke rumah saya. Tidak perlu ditimbang, langsung dicampur dengan beras jimpitan dari malam-malam sebelumnya.

Setiap awal bulan terkumpul 1,5 kwintal lebih beras jimpitan, kemudian dijual murah ke warga yang kurang mampu di wilayah RT. Harganya separuh dari harga di warung (50℅ dari harga pasar). Pembelian dibatasi 1 orang boleh beli maksimal 10 kg. Dalam waktu 2 jam sudah habis terjual.

Persoalan muncul apabila para peronda yang terjadwal berhalangan hadir (dalam semalam terjadwal empat orang), para peronda tidak sanggup secara fisik keliling dusun mengambil beras jimpitan.

Sayapun membentuk tim kerja pengumpul jimpitan sebanyak lima orang remaja. Tiga remaja setiap malam, diatur secara bergantian.

Tim kerja pengumpul jimpitan saya bentuk sebagai respon atas peristiwa sebelumnya yaitu sempat terjadi dua malam berturut-turut peronda tidak ada yang mengambil jimpitan. Semwntara beberapa ibu-ibu mendatangi saya dan berucap “apabila beras tidak diambil, maka para warga akan menghentikan mengisi jimpitan”.

Tugas tim dijalankan ketika peronda yang giliran jaga malam tidak sanggup mengambil jimpitan atau tidak hadir malam itu.

Ketentuan yang diberlakukan adalah bahwa hasil jimpitan yang diperoleh tim malam itu, separuhnya langsung saya bayar dengan uang tunai.

Temen-temen tim setor beras jimpitan malam itu juga sekitar jam satu dinihari, membangunkan saya, kemudian beras ditimbang, dan langsung tim terima uang tunai sesuai ketentuan. Mereka langsung beli camilan.

Ada markas remaja karang taruna, tempatnya di ruang pendopo rumah pak lurah, ruangan yang cukup luas, tersedia minuman teh, kopi. Ada meja pingpong, papan catur, kartu remi, kartu domino, papan scrabble, halma, permainan ular tangga, dan TV.

Di halaman ada lapangan bulutangkis, di belakang lapangan voli. Setiap malam sekitar 35 remaja kumpul di markas.

Setiap awal bulan selama bertahun-tahun bisa menjual beras murah kepada keluarga kurang mampu di dusun saya. Suatu kegiatan sosial kepemudaan yang bermanfaat langsung untuk warga.

Penerimaan hasil penjualan beras jimpitan cukup longgar untuk menutup biaya operasional karang taruna, bahkan setiap rapat tiga bulanan bisa sembari makan malam bersama. Uang kas karang taruna aman.