
Oleh: Santoso Yunus
Ombak Laut Kidul
PANTAI Samas berada di satu garis dengan pantai Parangtritis, pantai selatan laut Kidul. Dibilang laut Kidul atau Selatan, karena posisinya berada di selatan Pulau Jawa.
Masyarakat Jawa memandang laut kidul yang berombak tinggi sangat berbahaya. Segala macam berbau mistik yang tidak jelas diketahui, dilekatkan dengan cerita laut kidul.
Laut kidul dipandang semakin seram, mistis, tempat makhluk lelembut dikhayalkan bermukim dan bemain di sana. Kekuatan gaib dipercaya mengiringi di balik gelombang besar.
Maka di pantai Samas sering dijadikan tempat ritual kepercayaan oleh masyarakat, misalnya ritual sedekah laut dan lain sebagainya.
Di Pantai Samas, hempasan ombak bergulung-gulung sebesar rumah, disertai angin kencang, membuat pengunjung pantai merasa kecil, dekat dengan ancaman bahaya,
bayangan kematian terseret ombak.
Pantai Samas yang berlokasi di selatan Kota Bantul berjarak sekitar 14 kilometer, memiliki bibir pantai yang curam. Ini ancaman terbesar bagi siapa saja yang mandi di pantai itu.
Hantaman ombak yang datang pun terasa seperti batu kalau menabrak di badan. Ini dirasakan oleh orang-orang yang pernah berenang di pantai tersebut.
Pantai Samas berada di Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
* * *
SEROMBONGAN remaja yang tergabung dalam IRAMA (Ikatan Remaja Masjid) Baitul Muttaqin, di Semarang, Jawa Tengah berangkat menuju kampung halaman Rahman, salah seorang anggota IRAMA.
Lokasi rumahnya tidak jauh dari pantai Samas. Untuk menuju Samas masih diperlukan jalan kaki selama 1,5 jam atau berjarak sekitar tiga kilometer.
Setelah menempuh perjalanan dari Semarang sejauh 120 km, selama 3 jam, rombongan baru sampai di tempat tujuan, rumah Rahman.
Kedatangan rombongan pada pertengahan Juli 1982 itu dilanjutkan ngobrol di teras rumah hingga makan malam tiba. Kami menikmati udara bersih yang jauh dari polusi.
Cuaca cerah, angin sepoi-sepoi berhembus, suhu udara sedang, tidak panas juga tidak dingin sekali.
Hingga tiba malam hari, semua tidur dan cukup menginap di satu rumah.
Dini hari, jam 02.30 saya terjaga dari tidur. Begitu hening suasana, teman-teman terlihat terlelap tidur, lelah setelah menempuh perjalanan siang yang cukup panas.
Dalam keheningan, sayup-sayup dari kejauhan, terdengar suara aneh, makin mendekat makin keras kemudian menghilang.
Sesaat kemudian, suara yang sama itu terdengar lagi , makin mendekat, makin keras kemudian menghilang lagi.
Suara gemuruh yang mencekam, datang -menghilang – datang – menghilang tanpa henti hingga terdengar kumandang adzan subuh dari masjid yang menggunakan loud speaker cukup keras.
Saya penasaran dengan suara gemuruh yang menggelegar. Saya tanyakan kepada temanku Rahman, “Suara apa itu ya?”
“Ooh, pertanyaan itu akan terjawab siang nanti mas”, jawab Rahman sambil tersenyum.
Selesai sarapan, acara pertama adalah wisata ke Pantai dengan berjalan kaki. Berjalan menyusuri padang pasir lembut berwarna hitam keabu-abuan sejauh 3 km, selama 1,5 jam perjalanan.
Terlihat pantai laut selatan yang dikenal dengan Pantai Samas.
Kesan pertama yang terasa adalah Tingginya gelombang laut yang mencapai 4 meteran disertai angin kencang yang membawa gelombang ke pantai berdebur keras kemudian menghempas air laut pecah di tepian menjadi buih-buih putih.
Suara deburan ombak raksasa membahana dari tengah laut hingga terdengar sampai radius 4 km.
Terjawab lah pertanyaam saya ke Rahman pagi tadi.
Di pantai ini pengunjung tidak diperkenankan melihat dari dekat karena ombak yang sangat ganas.
Tidak ada nelayan yang berani melaut, pencari ikan hanya menggunakan jaring yang dipasang dari pinggir pantai, dan tidak boleh sampai ke tengah laut karena sangat berbahaya.
Menikmati pemandangan pantai hingga senja hari, selanjutnya pulang ke rumah Rahman dengan berjalan kaki menyusuri padang pasir yang sama saat berangkat.
Setelah waktu sholat Isya, kami sudah berkumpul di Masjid Al Huda.
Acara perkenalan antara dua Remaja Masjid dilangsungkan setelah sholat Isya’.
Acara pertama, sambutan dari tuan rumah diwakili oleh Ketua Remaja Masjid Al Huda. Selanjutnya, saya diminta mewakili IRAMA Baitul Muttaqin memberikan sambutan.
Mengawali sambutan, saya memperkenalkan satu persatu anggota IRAMA.
“Teman-teman semua, bersyukur saya bisa silaturahim ke kampung ini berkenalan dan menambah persaudaraan dengan remaja masjid Al Huda, semoga di kesempatan yang lain, teman-teman berkesempatan silaturahim balik ke markas kami, markas IRAMA Baitul Muttaqin,” tutur saya singkat.
Bagi saya, kunjungan ini bermakna sangat luar biasa, saya mendapat pelajaran yang sangat berharga.
Tadi malam, atau tepatnya dini hari jam 2.30, saya terjaga dari tidur.
Hening dan sepi sekali suasana, saya lihat teman-teman IRAMA terlelap tidur, mungkin saja lelah setelah perjalanan siang sebelumnya.
“Temen-temen Remaja Al Huda pastinya sedang pada tidur terlelap juga ya?”, kata saya berseloroh.
Disambut dengan senyuman teman remaja masjid Al Huda.
Dalam keheningan itu, sayup-sayup dari kejauhan, terdengar suara yang belum pernah saya dengar.
Suara itu semakin mendekat dan semakin keras, suara gemuruh yang mencekam di kesunyian malam. Aku sempat merasa cemas, akan tetapi mendadak suara itu lenyap dan hilang.
Rupanya itu ombak raksasa setinggi empat meter, susul menyusul tiada henti di pantai Samas yang saya saksikan tadi siang. Ombak datang dari tengah lautan, dengan suara deburan membahana.
Menakutkan, tapi indah dan menakjubkan sebagai pemandangan.
Makhluk bernama ombak pantai Samas itu tentunya sudah berpuluh-puluh tahun bahkan berabad-abad lamanya, menjalankan tugas alam, sunatullah. Rutin, tiada henti hingga saat ini.
Pertanyaan saya,
“Apakah pernah temen-temen mendapati atau mendapat informasi ombak pantai Samas istirahat atau berhenti beraktifitas walau hanya satu menit?
“Belum pernah”, jawabnya serempak
“Ya, tentu saja”, lanjutku
Dia akan tetap bergerak seperti itu sepanjang waktu. Tidak ada waktu walau sedetik pun untuk istirahat, apalagi berhenti.
Dia tidak peduli, apakah siang hari atau malam hari.
Dia tidak peduli, apakah ada orang yang melihat atau tidak.
Dia tidak peduli apakah perilaku dia dipuji atau ditakuti.
Dia tidak akan surut ketika terjadi musibah seorang pencari ikan tenggelam, terbawa ke tengah lautan dan terhempas ke tepian pantai tanpa nyawa lagi.
Dia tetap tidak akan berubah menjadi ombak yang tenang, landai dan ramah seperti ombak pesisir laut utara, ketika ada pencari ikan yang bersedih karena jaringnya hanya mendapat sedikit ikan.
Lantas, pelajaran apa yang saya dapatkan, teman-teman ?
Jawabannya adalah,
“Perilaku Ikhlas ombak pantai Samas”. Itulah pelajaran yang saya dapatkan. INGAT SAMAS, INGAT IKHLAS.
Bekasi, 5 Oktober 2025
Penulis Santoso Yunus adalah sarjana ekonomi yang pernah menjadi manager di PT Pratama Mitra Sejati. Di sela-sela kesibukannya, ia aktif mengikuti diskusi Forum Senja.